This review from Bart's Homepage
Produksi: Big Beach Films
Tahun: 2006
Sutradara: Jonathan Dayton & Valerie Faris
Pemeran:
Abigail Breslin ….. (Olive Hoover)
Greg Kinnear ….. (Richard Hoover)
Paul Dano ….. (Dwayne Hoover)
Alan Arkin ….. (Edwin Hoover)
Toni Collette ….. (Sherryl Hoover)
Steve Carell ….. (Frank Ginsberg)
BaRT Review:
Kalau saya ditanya, “film drama komedi apa yang paling aneh sekaligus kocak dan paling enak ditonton?” …. maka saya akan menjawab “Little Miss Sunshine!”.
Menurut saya, film ini adalah salah satu film komedi tentang perjalanan keluarga yang menyegarkan, tetapi tidak begitu layak untuk ditonton semua anggota keluarga, karena terlalu berat dan di beberapa bagian terlalu vulgar (dari segi kata-kata dan ide).
Kesan komedi nya terbangun dari dialog-dialog dan situasi yang diceritakan, termasuk untuk beberapa bagian yang satir. Lihat saja ketika sang kakek berseloroh “decided to sign out earlier!” untuk menegaskan tindakan bunuh diri (saya sampai tertawa terbahak-bahak mendengarnya. Kocak dan cerdas!), atau ketika sang kakek tiba-tiba meninggal karena overdosis heroin dan seluruh anggota keluarga berusaha menyelundupkan/menculik mayatnya untuk dikeluarkan dari rumah sakit, atau juga ketika si sulung Dwayne tidak sengaja mengetahui bahwa dirinya buta warna setelah bermain tebak angka dengan si bungsu Olive.
Sama sekali tidak ada adegan slapstick di dalam film ini. Suasana komedinya benar-benar dibangun dengan mengandalkan dialog dan situasi saja.
Secara keseluruhan, film ini sama sekali ini tidak membosankan, walaupun dibangun dengan dialog yang cukup intens. Semuanya mengalir dengan lancar. Apalagi akting para pemerannya juga lumayan bagus. Ada Abigail Breslin, sebagai si bungsu Olive yang lugu dan cerdas dengan ke-pd-an nya yang tinggi. Greg Kinnear si ayah yang berprofesi sebagai motivasional speaker dan life coach, yang keras dan perfeksionis. Toni Collette yang tampil menjadi kontra peran sang ayah, sebagai ibu yang menyayangi anak-anaknya dan perhatian terhadap keluarga. Si Sulung Dwayne yang diperankan dengan baik oleh Paul Dano, yang hampir di dua pertiga bagian film hanya berdialog melalui bahasa tubuh dan tulisan dibandingkan dengan kata-kata. Kemudian juga ada aktor dan sutradara senior Alan Arkin, yang berperan sebagai seorang kakek yang sangat dekat dan mencintai cucu perempuannya -Olive-, namun juga dia tampil sebagai sosok pria tua yang mesum dan tidak tau diri (mungkin dia stress, sudah setua itu masih mengkonsumsi heroin, majalah porno dan dengan vulgar nya menyarankan si sulung untuk tidur dengan banyak wanita sebelum menyesal seperti dirinya yang hanya pernah meniduri satu wanita sepanjang hidupnya). Dan yang terakhir adalah Steve Carrel, sang paman Frank yang -sebenarnya- jenius dan bijak, yang baru saja selamat dari tindakan bunuh diri, akibat mahasiswanya yang juga kekasih gay nya berpaling kepada koleganya yang juga menjadi pesaing akademisnya.
Sebagai film yang dibuat dengan bujet yang kecil, “Little Miss Sunshine” terhitung cukup sukses. Apalagi jika dilihat dari prestasinya di beberapa ajang festival film. Pada ajang Academy Award saja, film ini mendapatkan empat nominasi, masing-masing untuk kategori: Best Picture ~ Film Terbaik, Best Actress ~ Aktris Terbaik (Abigail Breslin), Best Supporting Actor ~ Peran Pembantu Terbaik (Alan Arkin), dan Best Original Screenplay ~ Skenario Asli Terbaik (Michael Arndt). Yang pada akhirnya mengantarkan Alan Arkin dan Michael Arndt sebagai pemenang.
Pokoknya gak rugi deh nonton film ini. Segar dan Menghibur! Seperti poster utamanya yang didominasi warna kuning dengan gambar para pemerannya yang berlarian mengejar mobil van. Tonton dan buktikan sendiri!Alfa's Review :
Mungkin banyak yang belum ya. ’Little Miss Sunshine’ memang kurang populer di Indonesia. Masalahnya film ini bukan selera orang Indonesia yang rata-rata lebih suka nonton film horor.
Jangan takut nonton, karena film ini bukan tipe film yang harus ‘dipikirin’. Ceritanya cukup sederhana. Sangat sederhana malah. Coba duduk santai dan siapkan cemilan. Walaupun sulit untuk tertawa terbahak-bahak, tapi film ini cukup bisa mengundang senyum.
Bayangkan betapa repotnya menempuh perjalanan jauh mengendarai mobil tua yang koplingnya rusak, dengan seorang ’pembicara motivasi’ yang terus-terusan meracau tentang teori-suksesnya, seorang remaja keras kepala pengikut Nietzsche yang mogok ngomong, kakek-kakek ber-’darah muda’ pecandu heroin dan sepertinya anti-sosial, seorang paman yang jenius dan pernah mencoba bunuh diri, seorang ibu biasa yang mencoba bersabar, dan seorang gadis kecil yang berambisi jadi ratu kecantikan. Sebenarnya semua orang itu punya satu tujuan: mengantarkan si gadis kecil ke kontes ‘Little Miss Sunshine’, tapi sulit untuk ‘melupakan’ masalah sendiri.
Tapi ada satu adegan yang aku sendiri agak tidak tega melihatnya. Salah satu adegan klimaks di penghujung cerita. Bukannya apa-apa, tapi aku memang tidak tega melihat orang mempermalukan diri sendiri.
Menurutku kekuatan terbesar ’Little Miss Sunshine’ ini ada di akting pemainnya - yang bisa menguatkan karakter masing-masing tokoh, dan membuat film ini jadi “ada rasa” nya-, dan pemandangan yang ‘hangat’ sepanjang filmnya.
Begitulah, sepertinya ‘Little Miss Sunshine’ memang pantas bersaing dengan jagoan lainnya di 77th Academy Awards.
Thanks ya dah nge-backlink .... buat yang lainnya .... jangan lupa kunjungi BaRT di: www.bartpoint.wordpress.com
BalasHapusyaa sering2 nulis review yah bro...
BalasHapus